Samosir, mnctvano.com – Monang Naibaho Sitakkaraen (Opung ni si Xaverius Doli) kelahiran Pangururan Samosir yang kini menetap di Jakarta menanggapi tentang *Siihut honon ni naparpudi*& Sipadengganon ni naparpudi
Di umpasa yg ada adalah kata Siihuthonon ni naparpudi (tidak ada sipadengganon)
Artinya Inilah yang layak dipertahankan, kalaupun ada yang harus diperbaiki tentang tatanan/pelaksanaan adat itu, sepertinya sudah otomatis dilaksanakan sesuai perkembangan/kemajuan zaman dan mengikuti ajaran Tuhan (agama) tanpa menyebut Sipadengganan.
Sinuan bulu sibahen nalas.
Sinuan uhum/adat sibahen nahoras (dibuat/diciptakan adat itu agar berdampak baik).
Sedangkan entang memberi kata penghiburan berlama lama setelah tonggoraja, dimana hal ni sedang berlaku di Jabodetabek khususnya di Marga Naibaho, boleh saya katakan ini dilakukan/dilaksanakan, lebih menunjukkan *Kehadiran* yang namardongan tubu, boru,hula hula khusus namardongan tubu dan menurut saya inilah yg dinamakan *sisada hasuhuton di ragamni ulaon & sisada pangkilalaan*
Tetang Efisiensi waktu dan biaya ini tidak lepas dari hasuhuton, kalau hasuhuton sigodang hepeng, sudah bisa dipastikan akan melaksanakan pesta dengan wahhhh/semeriah mungkin dengan menyebar undangan yang banyak, apalagi kalau hasuhuton masih aktif di salah satu instansi dan mempunyai kedudukan terhormat, sudah pasti akan lebih banyak lagi undangan bahkan undangan Nasional untuk rekan rekan kerja.
Sebaliknya untuk hasuhuton yang menengah ke bawah status ekonominya, pasti akan melaksanakan pestanya sesuai keadaannya, inilah yang saya alami selama aktif mangulahon adat, kita tidak pernah mengintervensi hasuhuton apabila itu masih dalam koridor tidak bertentangan dgn adat.
Apabila kita memaksakan pembaharuan/perubahan tentang pelaksanaan adat sesuai dengan keinginan pribadi haruslah ekstra hati hati. Bisa bisa akan timbul perselisihan dan akan ada pro/kontra yang akhirnya satu marga bisa saling marbadai, inilah urgensinya (jadi buat apa ada kata padengganhon). (wendeilyna)