SURABAYA,Mnctvano.com
Surabaya kembali menjadi saksi perlawanan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah. Gelombang aksi demonstrasi yang terjadi di berbagai kota besar di Indonesia dalam beberapa hari terakhir kini menggema di Kota Pahlawan. Mahasiswa turun ke jalan menolak pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh DPR RI, dengan titik aksi terpusat di depan Gedung Negara Grahadi.
Trauma akan represivitas rezim Orde Baru dengan doktrin Dwi Fungsi ABRI masih membekas dalam sejarah demokrasi Indonesia. Kekhawatiran bahwa revisi UU TNI dapat membuka kembali ruang militerisme dalam kehidupan sipil menjadi pemicu utama gelombang protes ini.
Sebagai agent of change, mahasiswa memiliki tanggung jawab moral untuk menyuarakan aspirasi rakyat. Mereka menolak segala bentuk pembungkaman demokrasi dan menyerukan agar negara tetap berpihak pada kepentingan publik, bukan kepentingan elite.
Roby Setiawan, Sekretaris Promeg 96, mendesak aparat kepolisian untuk bertindak persuasif dan menghindari pendekatan represif terhadap mahasiswa yang tengah menyuarakan penolakan terhadap UU TNI. Ia juga menegaskan bahwa pihaknya siap memberikan pendampingan hukum bagi mahasiswa yang hingga malam ini masih ditahan oleh Polrestabes Surabaya.
Menurut Roby, aksi demonstrasi adalah hak yang dilindungi oleh konstitusi. Oleh karena itu, pihaknya masih menunggu perkembangan situasi di lapangan. Jika mahasiswa yang ditahan tidak segera dibebaskan, Promeg 96 akan mendatangi Polrestabes Surabaya untuk berdialog langsung dengan Kapolrestabes.
“Demokrasi tidak boleh dibungkam dan dibunuh. Demokrasi adalah ruang argumentasi, bukan tirani,” tegas Roby.
Aksi ini menjadi bukti bahwa semangat perjuangan mahasiswa tidak luntur. Mereka terus berjuang agar demokrasi tetap tegak dan hak-hak sipil tidak tergerus oleh dominasi kekuatan militer dalam pemerintahan.(**)