Ketapang, Kalimantan Barat |
Sebuah video yang beredar di media sosial memperlihatkan seorang wartawan yang sedang melakukan liputan investigasi di lokasi Tambang Emas Ilegal di Keruing Dalam, tepatnya di perbatasan Desa Pematang Gadung dan Desa Sungai Besar, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Wartawan mendapat intimidasi dan ancaman kekerasan dari sekelompok orang pekerja tambang.
Dalam video tersebut, Wartawan bernama Rusli, tampak dihadang oleh oknum yang mengaku bagian dari organisasi Persatuan Tambang Independen Rakyat (PETIR). Bahkan sepeda motor milik Rusli pun dirantai menggunakan gembok oleh seorang pria yang menyatakan bahwa PETIR tidak main-main dengan siapapun yang dianggap mengganggu aktivitas tambang emas ilegal di wilayah tersebut.
Tak hanya itu, Rusli juga mendapat ancaman verbal dan nyaris dipukul oleh seorang pria berpenampilan menggunakan topi dan kacamata hitam. “Kau sudah kami ingatkan, jangan masuk lagi ke lokasi tambang,” ujar pelaku dengan nada kasar dalam vidio tersebut.
Hingga kini, Ketua PETIR Ketapang, HJ Kacong, belum memberikan klarifikasi meskipun telah dihubungi berulang kali melalui telepon dan pesan WhatsApp
Minggu , (24/8/25).
Organisasi PETIR yang mengaku menaungi penambang rakyat disebut hanya digunakan untuk memungut “uang koordinasi” dari pekerja tambang ilegal. Organisasi ini bahkan mencatut nama warga Ketapang untuk melindungi kepentingan cukong emas dan memperkaya segelintir orang.
Struktur pengurus PETIR tercatat sebagai berikut :
Ketua : HJ. Kacong
Wakil Ketua : Kelotak
Sekretaris : Gitok
Bendahara : Utak
Keamanan: Roni
Penggerak Massa : Samsi dan Ule
Sejumlah kalangan menilai lemahnya penindakan hukum terhadap aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Ketapang bukan semata karena keterbatasan aparat, tetapi juga adanya dugaan pembiaran oleh oknum aparat hukum di tingkat Polres maupun Polsek. Padahal, kerusakan lingkungan, terutama di kawasan gambut, semakin parah akibat aktivitas tambang emas ilegal.
Aspek Hukum yang Relevan :
UU Pers No. 40 Tahun 1999
Pasal 4 ayat (3): Melarang setiap tindakan menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik.
Ancaman terhadap jurnalis dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penghalangan kebebasan pers.
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana):
Pasal 351 KUHP: Penganiayaan.
Pasal 335 KUHP: Perbuatan tidak menyenangkan dan pengancaman.
UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan:
Pasal 17 & 94: Melarang dan memberi sanksi pidana pada setiap orang atau kelompok yang merusak hutan melalui aktivitas tambang tanpa izin.
UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba):
Pasal 158: Setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin resmi dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
UU Migas & Mafia Energi:
Dikaitkan dengan dugaan aliran BBM subsidi untuk aktivitas PETI, yang dapat dijerat dengan UU Migas No. 22 Tahun 2001 jo. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
UU Tindak Pidana Korupsi & Mafia Pajak:
Dana setoran “Koordinasi” ke PETIR dapat dikategorikan sebagai praktik pemerasan dan pungli, berpotensi melibatkan tindak pidana korupsi.
UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian :
Polisi wajib menjamin keamanan warga, termasuk jurnalis yang menjalankan fungsi kontrol sosial. Pembiaran terhadap aktivitas PETI dan intimidasi jurnalis dapat dianggap bentuk kelalaian dan penyalahgunaan kewenangan.
Kapolda Kalbar, Kapolres Ketapang, dan Kapolsek Matan Hilir Selatan diminta segera menindak tegas PETIR dan membongkar mafia tambang emas ilegal di wilayah Ketapang.
Aparat penegak hukum diminta melindungi jurnalis dan tidak terkesan tutup mata yang menjalankan fungsi kontrol sosial.
Pemerintah daerah dan aparat kepolisian harus menghentikan praktik premanisme, pungli, dan beking yang memperparah kerusakan lingkungan di Ketapang.
Dengan demikian, kasus intimidasi terhadap jurnalis di Ketapang ini bukan sekadar masalah individu, tetapi mencerminkan keterkaitan mafia tambang, premanisme, dan lemahnya penegakan hukum yang mengancam demokrasi, lingkungan, dan supremasi hukum di Indonesia.(red)