Pontianak, Kalimantan Barat//Mnctvano.com
Pencemaran Sungai Sekadau yang diduga kuat berasal dari aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) kembali menuai sorotan tajam. Kali ini datang dari pengamat kebijakan publik nasional, Dr. Herman Hofi Munawar, yang menyebut krisis ekologis ini sebagai gambaran nyata kegagalan tata kelola sumber daya alam, lemahnya penegakan hukum, dan minimnya kepedulian pemerintah daerah terhadap nasib warganya sendiri.
Ini bukan sekadar pencemaran lingkungan. Ini adalah krisis multidimensi—ekologi, sosial, ekonomi, hingga krisis kepercayaan terhadap negara,” tegas Dr. Herman dalam siaran persnya,
Rabu, (31/7/2025).
Ratusan ikan mati, keramba hancur, dan mata pencaharian petani hilang seketika. Dalam sebuah video yang viral di media sosial, sekelompok petani keramba di Sekadau menangis sambil memohon perlindungan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto, menyebut pemerintah daerah “masa bodoh” terhadap derita mereka.
“Sungai adalah hidup kami, sekarang sudah mati. Kami tidak tahu harus mengadu ke siapa lagi,” ucap
salah satu petani dalam video tersebut.
Dr. Herman menilai, Pemerintah Kabupaten Sekadau dan Forkopimda setempat telah gagal menunjukkan sikap tanggap terhadap bencana ekologis tersebut.
Publik berhak mempertanyakan: untuk apa ada kepala daerah, DPRD, aparat hukum, bila masyarakat harus mengadu langsung ke Presiden? Di mana fungsi koordinasi, pengawasan, dan penindakan?” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa aktivitas PETI bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi telah masuk kategori kejahatan lingkungan yang diatur dalam sejumlah regulasi, antara lain: UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 98 dan 99 KUHP terkait pencemaran lingkungan
Selain dampak ekonomi yang signifikan, pencemaran Sungai Sekadau diyakini juga telah membawa residu merkuri berbahaya ke dalam rantai makanan air, yang dapat menyebabkan kerusakan otak, gangguan saraf, hingga kelainan kongenital pada bayi.
“Ini bukan hanya soal ikan mati. Ini soal masa depan generasi Sekadau,” ujar
Dr. Herman.
Menurutnya, kasus ini mencerminkan kegagalan sistemik dalam kebijakan lingkungan nasional, terutama di daerah terpencil. Rendahnya partisipasi publik, kurangnya pengaduan resmi yang efektif, serta tidak adanya alternatif ekonomi bagi pelaku PETI menjadi akar masalah yang tak pernah disentuh serius.
Ia mendesak agar Presiden dan lembaga pusat seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Mabes Polri, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan langsung melakukan audit lingkungan dan investigasi terhadap dugaan pembiaran oleh pemda dan aparat lokal.
Dr. Herman mengingatkan bahwa tangisan rakyat Sekadau adalah peringatan keras bagi semua pihak, bahwa negara tidak boleh diam saat rakyatnya menjerit karena tanah airnya dirusak secara terang-terangan.
Negara tidak boleh kalah oleh penambang ilegal. Jika pemerintah tidak hadir, maka kepercayaan rakyat akan benar-benar mati—lebih parah dari ikan-ikan di keramba yang mereka pelihara.(red)
Sumber : Pengamat Kebijakan Publik Dr Herman Hofi Munawr