Kelapa, Bangka Barat, mnctvno.com,- Suara tangis pecah di pelataran Masjid Shirotul Mustaqim, Kamis pagi (8/5/2025), ketika 128 jamaah haji Kabupaten Bangka Barat bersiap menginjakkan kaki di tanah suci Mekkah. Acara pelepasan ini bukan sekadar seremoni. Ini adalah momen di mana impian puluhan tahun, air mata perjuangan, dan harapan bertemu dalam satu pelukan terakhir.
Bupati Bangka Barat, H. Sukirman, S.H., berdiri di podium dengan suara gemetar. “Ini bukan angka biasa. Ini 128 hati yang membawa doa seluruh masyarakat Babar,” ujarnya, matanya menatap para jamaah yang duduk bersaf-saf dalam pakaian resmi peserta haji. Saat ia mengumumkan “Bismillah, 128 jamaah resmi dilepas!”, derai tangis keluarga meledak bagai gelombang.
Ketua DPRD Babar, H. Badri, S.H., turun langsung mendekati para ketua rombongan. Dengan mata berkaca-kaca, ia berpesan: “Jaga kesehatan dan kebersamaan. Cuaca Mekkah bisa sangat panas, tapi keyakinan kalian lebih kuat. Pulanglah bukan hanya dengan gelar, tapi dengan hati yang suci!” Pesannya diiringi anggukan khidmat dan pelukan erat dari para ketua kelompok.
Sejak pukul 07.00 WIB, cerita haru sudah dimulai. Di Kecamatan Mentok, Siti Aminah (67) berlutut di depan cucu perempuannya yang berusia 4 tahun. “Nenek pergi demi doa agar kau jadi dokter,” ujarnya, mencium kening bocah itu yang masih bau bedak. Di Kecamatan Jebus, pasangan Rahman (58) dan Siti (55) berpelukan di depan rumah kayu mereka. “20 tahun kita menabung. Sekarang, izinkan kami membawa cinta ini ke Ka’bah,” bisik Rahman, menggenggam tangan istri yang sudah berkeriput.
Pukul 08.00 WIB, iring-iringan bus berbunga melintasi jalan desa. Di atas atap sebuah rumah tua di Tempilang, seorang anak kecil melambai-lambaikan bendera bertuliskan “Babar Bangga, Haji Mabrur”. Bendera itu dijahit ibunya semalaman, dengan jari-jari yang masih belekan tepung dari membuat lempah kuning bekal perjalanan.
Di Masjid Shirotul Mustaqim, Camat Kelapa Resmayana tak sanggup menahan air mata. Ia memberikan Mbah Kardi dengan tangan gemetar. “Ini lempah kuning buatan kami Pak. Bumbunya extra pedas, seperti semangat Bapak,” candanya sambil tertawa getir. Mbah Kardi mengunyah perlahan, matanya menerawang ke foto almarhum istri di saku ihramnya.
Pukul 11.30 WIB, usai sholat Zuhur, seorang ibu paruh baya dari Simpang Teritip, Maria (45), tiba-tiba berlari ke arah anak SMA-nya. “Mama janji, pulang nanti kita ziarah ke makam Ayah bersama,” janjinya, suara hancur oleh isak. Anak itu hanya mengangguk, wajahnya dikubur dalam bahu seragam sekolah.
Pukul 13.00 WIB, dentuman rebana menggetarkan udara. Bus-bus perlahan bergerak, meninggalkan jejak haru di jalanan Kelapa. Dari jendela bus No. 3, Rahman dari Jebus melambai dengan sehelai kain ihram basah. Istrinya, Siti, berteriak lirih: “Jangan lupa minum zamzam untukku!”
Di bus No. 5, Siti Aminah menggenggam erat bendera kecil pemberian cucu. Di balik kaca, ia melihat bayangan cucunya masih berdiri di pelataran masjid, tangan mungilnya terus melambai sampai bus menghilang di tikungan.
(Indra Yuniardi) Wakaperwil MNCTVANO Propinsi Bangka Belitung