Hafshah Binti Sirin,Tabi’in Yang Selalu Menyimpan Kain Kafan

banner 468x60

Karawang, mnctvano.com – Semua yang hidup pasti akan mengalami mati. Firman Allah dalah Surat Yunus berbunyi, “Bagi setiap umat ada ajal, ketika ajalnya telah tiba, maka mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” Begitulah Allah telah memperingatkan kita akan datangnya kematian yang sangat tiba-tiba.

 

Mengingat kematian merupakan salah cara hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Subahanhu wa ta’ala. Mereka yang senantiasa mengingat kematian akan mengontrol nafsu duniawinya. Bahwa tiap-tiap yang dilakukan di dunia pasti akan dipertanggungjawabkan kelak. Lebih lagi, mereka tidak akan menyia-nyiakan waktu di dunia dengan melakukan perbuatan yang tidak bermanfaat.

 

Cerminan sosok di atas dapat kita lihat melalui sosok sahabiyah, yakni Hafshah binti Sirin. Beliau dikenal sebagai tabi’in ahli ibadah. Selain itu, kemampuannya untuk mendalami Al Qur’an serta peka akan permasalahan membuat Hafshah dinilai juga sebagai ahli fiqih dan sering kali dimintai pendapat.

 

Persiapan Hafshah binti Sirin Radhiyallahu’anhu dalam menemui kematian dilakukan dengan rutin beribadah. Putri dari Sirin dan Shafiah ini bahkan telah hapal Al Qur’an sejak berusia 12 tahun. Kemampuannya tersebut juga yang membawa Hafshah menjadi salah satu tabi’in wanita yang dimuliakan pada masa itu.

 

Untuk menunaikan ibadahnya, Hafshah memiliki tempat khusus yakni sebuah mushala di dekat rumahnya. Wanita ini akan masuk ke mushala itu untuk melaksanakan shalat Zuhur dan tidak keluar lagi hingga ia mengerjakan shalat Subuh esok harinya.

 

Setelah shalat Subuh, Hafshah tidak akan langsung meninggalkan mushala. Beliau akan mengerjakan shalat Dhuha baru kemudian keluar dan menyelesaikan urusannya. Ketika masuk waktu Zuhur, Hafshah akan kembali lagi ke mushala itu. Menurut sebuah riwayat, hal tersebut hampir tak pernah ia tinggalkan selama 30 tahun.

 

Tak hanya shalat, Hafshah juga merupakan sosok yang rutin berpuasa. Diriwayatkan bahwa dirinya berpuasa setahun penuh keculi pada hari-hari yang diharamkan berpuasa. Hafshah juga selalu menghidupi malam-malamnya dengan membaca setidaknya setengah Al Qur’an.

 

Selain beribadah, Hafshah telah menyiapkan kain kafan untuknya. Kain tersebut akan dipakai saat dirinya menunaikan haji atau berihram. Hafshah juga akan memakai kain tersebut pada saat beribadah di 10 hari terakhir Ramadhan.

 

Hal tersebut dilakukan salah satunya untuk mengingat kematian yang bisa datang kapan saja. Dengan mengingat kematian. Sehingga ia dapat dengan tulus mengharap ampunan dan ridha Allah.

 

Dikisahkan pula bahwa Hafshah pernah membeli seorang budak perempuan. Budak perempuan itu dimintai pendapat mengenai Hafshah.

 

“Ia adalah wanita shalehah, ia merasa memiliki dosa yang besar, maka di seluruh malamnya ia menangis dan shalat,” begitu pengakuan budak tersebut.

 

Selain dikenal akan ahli ibadah, Hafshah juga merupakan sosok yang pintar dan sering kali dimintai pendapat mengenai sebuah permasalahan. Saudaranya, Muhammad bin Sirin pernah ditanyai mengenai suatu hal oleh muridnya, namun ia kesulitan dalam mengambil keputusan. Muhammad pun meminta muridnya untuk datang dan menanyai Hafshah.

 

“Pergilah kalian kepada Hafshah. Bertanyalah kepadanya bagaimana dia mengkajinya (masalah yang berhubungan dengan Al Qur’an). Sebab, ia bagaikan orang yang telah meminum bahtera keilmuwan yang ada dalam Al Qur’an,” kata Muhammad bin Sirin.

 

Salah satu perkataan Hafshah yang paling terkenal adalah pesannya bagi para pemuda agar memanfaatkan masa muda mereka dengan beribadah. “Wahai para pemuda, manfaatkanlah masa mudamu. Sesungguhnya aku tidak melihat amal perbuatan (yang dapat dikerjakan dengan baik) kecuali di masa muda,” katanya.

 

Dengan segala kemuliaan yang dimiliki oleh Hafshah, ia pun dinilai sebagai salah satu tabi’in wanita terbaik ada masanya. Ahli hadis, Abu Daud mengatakan, “Dua pemimpin wanita tabi’in, mereka adalah Hafshah binti Sirin dan Amrah binti Abdurrahman, dan setelah mereka berdua adalah Ummu Darda.”

 

Hafshah meninggal pada usia hampir 70 tahun, tepatnya pada 101 Hijriyah, di Madinah. Kisah dari tabi’in Hafshah ini hendaknya menjadi pembelajaraan bagi kita agar dapat bersifat zuhud dan senantiasa mengingat kematian.

Wallahu ‘alam bis shawab.

 

 

Kuswadi : ReLaksa

Sumber : Enslikopedia Islam

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *