Kades Perigi Silat Hilir Kapuas Hulu, Sulap Areal Perusahaan Sawit Untuk Dijadikan Lokasi Tambang PETI ,Warga Luar Harus Setor Nominal 4-5 Juta Untuk Uang Masuk

Oplus_131072
banner 468x60

L

Kapuas Hulu,Kalbar-Mnctvano.com

Puluhan Set Dompeng yang di gunakan oleh pelaku Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Dusun Salat Desa Perigi Kecamatan Silat Hilir. Kegiatan PETI dilokasi tersebut sudah berjalan beberapa bulan.

Bahkan informasinya, alat mesin PETI yang masuk melakukan aktivitas pertambangan emas, pelaku usaha atau penambang diduga harus membayar untuk uang masuk sebesar Rp4-5 juta. Kemudian harus membayar lagi iuran perminggu sebesar Rp600 ribu hingga sejuta ke pihak desa.

Untuk itu masyarakat setempat pun mempertanyakan kemana uang hasil setoran dan iuran yang diserahkan ke desa tersebut.

Warga Dusun Salat Desa Perigi yang enggan disebutkan namanya menyampaikan, kegiatan PETI diwilayahnya tersebut merupakan lahan desa yang disewakan untuk para pekerja oleh pihak desa.

“Bahkan ada wilayah yang sebelumnya menjadi perkebunan sawit milik PT RAP, kini diambil alih oleh Kepala Desa yang luasnya 3-4 hektar disulap menjadi areal PETI,” katanya
saat diwawancarai via telpon dilansir melalui
JurnalisKapuasHulu.com
Kamis,03/07/25.

Ia mengatakan, untuk lahan desa itu yang dijadikan aktivitas PETI ada puluhan hektare. Sementara sudah banyak juga orang yang bekerja PETI dimana pekerja PETI menggunakan mesin Dongfeng berjumlah puluhan alat.

Ia pun mengatakan, yang menjadi pertanyaan masyarakat setempat saat ini adalah untuk pengelolaan keuangan dari hasil pembayaran setoran alat dan iuran perminggu dari pekerja PETI inilah yang selalu dipertanyakan masyarakat kemana uangnya.

“Sampai sekarang pun kita tidak tahu digunakan untuk apa uang-uang itu,” tuturnya.

Sementara kata ia, untuk masyarakat yang ingin bekerja dan memasukkan mesin ke lokasi harus bayar terlebih dahulu, untuk masyarakat luar dikenakan biaya Rp4-5 juta dan warga setempat Rp3 juta.

Ia memastikan bahwa Aparat Penegak Hukum (APH) tahu adanya kegiatan PETI dan setor menyetor tersebut, bahkan dirinya menilai kegiatan PETI di desanya sudah sistematis.

Sebagai masyarakat, dirinya hanya berharap kepada pengurus Desa Perigi terutama Kepala Desanya untuk transparan saja kemana uang yang sudah dikumpulkan dari hasil setoran alat masuk dan iuran perminggu dari pekerja PETI tersebut.

“Karena selama ini masyarakat tidak pernah merasakan uang tersebut digunakan untuk apa,” ucapnya.

Warga Dusun Salat lainnya yang enggan disebutkan namanya mengatakan, ada kurang lebih 60 hektare lahan desa di Perigi saat ini sudah digarap masyarakat untuk kegiatan PETI.

“Bahkan ada lahan yang sebelumnya dijadikan perkebunan sawit PT RAP diambil alih oleh pihak desa dijadikan kegiatan PETI,”

Ia mengatakan, saat ini masyarakat masih setiap hari bekerja di lokasi tersebut. Dimana sebelumnya masyarakat yang ingin bekerja harus membayar setoran alat dan iuran perminggu.

“Kalau untuk bayar alat itu warga luar luar dikenakan Rp4-5 juta, sementara warga setempat Rp3 juta. Sementara untuk setoran perminggu pekerja harus bayar lagi Rp600 hingga sejuta,” jelasnya

Sementara selama ini masyarakatnya bertanya kemana uang yang sudah dikumpulkan dari pembayaran masuknya alat dan setoran perminggu dari pelaku PETI.

“Uang ini yang kita pertanyakan dengan Kades selama ini kemana uang itu. Sementara ketika masyarakat minta bantuan tidak pernah diberi,” tuturnya.

Dia mengatakan, kegiatan PETI di wilayahnya tersebut, APH juga sudah tahu ada penarikan setoran ilegal mesin tersebut.

Sementara IPDA Egidius Egi Kapolsek Silat Hilir saat dikonfirmasi media ini terkait kegiatan PETI di Dusun Salat Desa Perigi, tidak memberikan jawaban. Pesan WhatsApp yang disampaikan media ini hanya dibacanya saja.

Sementara Budi Prasetyo Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian, Administrasi Pembangunan dan Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Kabupaten Kapuas Hulu menyampaikan, untuk di Kapuas Hulu ini ada 6.891 Hektar Wilayah Pertambangan Rakyat yang sudah ditetapkan, dimana tersebar di 11 Kecamatan.

“11 Kecamatan yang terdapat WPR itu Boyan Tanjung, Bunut Hilir, Bunut Hulu, Mentebah, Kalis, Pengkadan, Suhaid, Selimbau, Silat Hilir, Silat Hulu dan Semitau,” katanya.

Sementara untuk Izin Pertambangan Rakyat (IPR) kata Budi, yang sudah ada sebanyak 3 Koperasi yang memegang IPR.

“Terdapat 19 koperasi yang saat ini berproses pengajuan IPR ke Pemprov melalui OSS. 19 koperasi yang mengajukan IPR masih terkendala syarat dokumen rencana reklamasi dan rencana pasca tambang WPR yang harus disusun,” jelasnya.Budi pun berharap, tahun ini dokumen rencana reklamasi dan rencana pasca tambang dapat segera disusun oleh Pemprov Kalbar. Sehingga IPR sebanyak 19 koperasi yang telah diajukan segera terbit.

“Kalau IPR atau izin pertambangan rakyatnya baru 3 yang terbit dan 19 baru berproses,” jelas Budi.

Budi menegaskan, meskipun Kapuas Hulu ini ada 6.891 Hektar Wilayah Pertambangan Rakyat yang sudah ditetapkan, masyarakat belum bisa melakukan kegiatan pertambangan.

“Masyarakat bisa bekerja jika sudah ada IPR,” pungkas Budi. (red)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *