Parit Tiga, Bangka Belitung, MNCTV.Ano.com Pagi itu, langit Parit Tiga Bangka Barat seolah tersenyum. Di pelataran Klinik Cahaya Bunda, 46 pasang mata kecil berbinar-binar memandangi amplop merah yang dipegang erat. Di dalamnya, ada Rp500.000 – sebuah angka yang bagi mereka bukan sekadar uang, melainkan kunci untuk membuka pintu mimpi: membeli baju Lebaran pertama dalam hidup.
“Aku mau baju merah seperti bendera! Biar pas Tarawih, aku kayak pahlawan!” teriak Arif, 9 tahun, sambil melompat-lompat. Tangannya menggenggam amplop pemberian Yayasan Abulyatama Babel, yang berhasil mengumpulkan Rp24 juta dari donasi Jum’at Berkah. Di sampingnya, para ibu dari komunitas Sahabat Sehidup Sesurau membisikkan doa, air mata mereka jatuh diam-diam. “Ini pertama kali anakku bisa pilih baju sendiri. Biasanya, kami hanya bisa meminjam,” ujar Siti, seorang janda yang menggandeng anaknya dengan tangan gemetar.
Sebelum berangkat ke Pasar Parit Tiga Jebus, anak-anak itu berbaris rapi seperti pasukan kecil penuh semangat. Di dalam mobil, tawa mereka seperti meledak-ledak, mengisi celah-celah kesunyian yang selama ini menyelimuti hidup mereka. “Lihat, Bu! Aku nanti mau beli yang ada gambarnya Spiderman!” seru Rudi, 8 tahun, kepada pendampingnya. Seorang relawan tak kuasa menahan haru: “Dia bahkan tak tahu merek baju, tapi matanya bersinar seperti melihat istana.”
Belanja yang Tak Hanya Soal Kain
Di pasar, keajaiban terjadi. Aldi, 10 tahun, membelai amplopnya lalu berbisik lirih: “Bolehkah aku belikan adikku satu baju? Dia masih kecil, tapi selalu bilang tak mau merepotkan.” Di sudut lain, Wulan, 7 tahun, memilih baju bergambar kupu-kupu dengan hati-hati. “Aku ingin seperti kupu-kupu yang cantik. Nanti aku pakai ini ke masjid, ya, Bu?” katanya polos, membuat sang pendamping menoleh untuk menyembunyikan air mata.
Masni Sitompul, Ketua pelaksana kegiatan Yayasan Abulyatama Babel, berdiri di tepi keramaian dengan wajah teduh. “Uang ini kami kumpulkan dari keringat dan doa. Setiap Jum’at, kami mengulurkan tangan di jalanan, dan Allah menjawab melalui hati orang-orang baik,” ujarnya. Bagi yayasan ini, kegiatan bukan sekadar memberi, tapi memulihkan martabat. “Mereka berhak merasakan kebanggaan memilih sendiri. Ini tentang harga diri, bukan sekadar kain.”
Air Mata yang Menyuburkan Harapan usai belanja, tangan-tangan mungil itu kembali menggenggam kantung plastik berisi baju baru. Sebelum pulang, mereka berfoto bersama dengan latar spanduk bertuliskan “Dari Hati untuk Negeri”. Di tengah keriuhan, seorang ibu duafa mendekap erat anaknya yang sedang memperagakan baju barunya. “Tahun lalu, kami hanya bisa menatap etalase. Hari ini, anakku bisa tersenyum di depan cermin,” bisiknya, suara pecah oleh tangis syukur.
Yayasan Abulyatama Babel tak berhenti di sini. Tiga program andalan mereka menjadi mercusuar harap:
Jum’at Berkah: Penggalangan dana mingguan di jalanan dan media sosial.
Donasi Pendidikan: Biaya sekolah untuk anak yatim setiap bulan.
Paket Semester Ceria: Bingkisan alat tulis untuk anak duafa tiap enam bulan.
“Kebahagiaan hari ini adalah benih untuk masa depan mereka. Suatu hari, mereka akan tumbuh menjadi pohon yang meneduhkan,” kata Masni Sitompul selaku Ketua Pelaksana Acara menatap anak-anak yang berlarian dengan baju baru. Di kejauhan, seorang gadis kecil berbisik pada temannya: “Aku mau jadi dokter, biar bisa seperti kakak relawan yang baik ini.”
Di tengah dunia yang kerap mengabaikan jerit kaum duafa, 44 senyum polos ini menjadi saksi: kebaikan sekecil apa pun bisa menjadi matahari yang mencairkan dinginnya ketidakadilan. Seperti kata relawan, “Mereka mungkin tak punya harta, tapi doa tulus mereka adalah kekayaan kita yang sejati.”
Indra YuniardI Wakaperwil MNC TV.Ano.com Kepulauan Bangka Belitung