Diduga Timbun 200 Tabung LPG 3 Kg di Rumah Oknum Kader Partai Kotim, Warga Pertanyakan Legalitas Usaha Gas Bersubsidi

banner 468x60

Sampit Mnctvona.com, 28 Oktober 2025

Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah Skandal dugaan penyalahgunaan dan penimbunan gas LPG 3 Kg di wilayah Baamang Tengah, Sampit, kini menjadi sorotan publik. Seorang oknum kader partai berinisial Y diduga kuat terlibat dalam praktik penguasaan dan penimbunan gas bersubsidi tanpa izin resmi.

Berdasarkan hasil penelusuran tim Cakrawala Mentaya News, ditemukan sekitar 200 tabung LPG 3 Kg tersusun di salah satu rumah milik oknum tersebut. Ironisnya, di lokasi itu tidak terdapat plang resmi yang menandakan tempat tersebut sebagai pangkalan LPG terdaftar di Pertamina atau Dinas Perdagangan setempat.

Padahal, sesuai ketentuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009, setiap pangkalan LPG wajib memiliki izin resmi dan memasang plang identitas legal di depan lokasi usaha. Aturan ini bertujuan untuk menjamin keterbukaan dan memudahkan pengawasan distribusi gas bersubsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Namun fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda. Aktivitas di rumah tersebut tampak tertutup dan tidak transparan. Tidak ada daftar harga, tidak ada papan informasi, dan tidak ada tanda-tanda kegiatan legal. Warga sekitar bahkan menyebut rumah itu kerap ramai kendaraan pick-up yang datang mengambil tabung gas pada waktu tertentu.

Saat dikonfirmasi, oknum berinisial Y berdalih sedang berada di luar kota. Ketika ditanya soal izin resmi pangkalan, Y tidak dapat menunjukkannya. Ia hanya mengatakan singkat, “Surat izin itu tidak boleh sembarang orang lihat,” sambil menambahkan bahwa gas tersebut adalah “titipan dari rekan, seorang ibu berinisial M,” yang disebut-sebut sebagai anggota DPRD aktif.

Pernyataan itu justru memunculkan tanda tanya baru. Bila kegiatan tersebut sah dan berizin, mengapa tidak ada transparansi legalitas? Dan siapa sebenarnya sosok M yang disebut sebagai rekan penitip gas bersubsidi itu?

Sementara itu, masyarakat Baamang Tengah tengah menghadapi kelangkaan LPG 3 Kg selama beberapa minggu terakhir. Warga mengeluhkan antre panjang di bawah terik matahari hanya untuk mendapatkan satu tabung gas. Bahkan, harga eceran di tingkat pengecer kini melonjak hingga Rp35.000–Rp40.000 per tabung, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Temuan tumpukan 200 tabung LPG di rumah seorang kader partai ini menimbulkan dugaan kuat bahwa distribusi gas bersubsidi tidak tepat sasaran. Gas yang seharusnya menjadi hak masyarakat kecil diduga disimpan untuk kepentingan pribadi atau bahkan diperjualbelikan kembali untuk keuntungan bisnis.

Sejumlah warga menyayangkan tindakan tidak terpuji tersebut.

> “Kalau benar itu milik oknum dewan, kami kecewa sekali. Seharusnya mereka memperjuangkan hak rakyat, bukan malah ikut menimbun gas rakyat,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.

Sebagai informasi, gas LPG 3 Kg adalah subsidi dari negara untuk masyarakat miskin, bukan untuk diperjualbelikan oleh pihak yang memiliki kekuasaan atau pengaruh politik. Bila benar terjadi penimbunan atau penyalahgunaan distribusi, maka tindakan itu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ekonomi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi juncto Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004, serta pasal-pasal terkait penimbunan barang bersubsidi yang mengganggu distribusi publik.

Kini, masyarakat mendesak Pertamina, Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, dan Aparat Penegak Hukum — baik dari Polres Kotim maupun Kejaksaan Negeri Sampit — untuk segera menindaklanjuti dan menyelidiki kasus ini secara serius.

Jika terbukti ada pelanggaran hukum, publik berharap agar penegakan hukum berjalan tanpa pandang bulu, demi menjaga keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap aparat negara.

(Tim)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *