Ketapang, Kalimantan Barat //Mnctvano.com—
Dua aktor intelektual dalam kasus pembalakan liar di Ketapang, Kalimantan Barat, akhirnya ditangkap oleh Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan. Keduanya adalah MHW dan SH alias ANT, masing-masing menjabat sebagai Direktur dan Komisaris PT BR, perusahaan yang diduga menjadi pelaku utama dalam distribusi kayu ilegal dari kawasan hutan produksi terbatas.
Pengumuman resmi penangkapan itu disampaikan oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK) melalui akun resmi dan sejumlah media daring nasional pada
Senin, 21 Juli 2025.
Langkah ini diambil setelah sorotan tajam publik serta desakan tokoh adat Dayak Kalimantan Barat atas lemahnya penindakan terhadap mafia kayu.
Dari hasil penyelidikan awal, PT BR diduga memalsukan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) dan dokumen angkutan kayu untuk menutupi asal-usul ratusan kubik kayu balok besar yang berasal dari kawasan hutan produksi terbatas tanpa izin sah.
Distribusi dilakukan melalui jalur darat dan sungai ke sejumlah wilayah di luar Ketapang, namun hingga kini Gakkum belum mengungkap secara terbuka identitas industri penerima dan jaringan bisnis yang terlibat.
Deasakan publik dan masyarakat agar Kedua tersangka dijerat dengan sejumlah pasal pidana, antara lain:
UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,
khususnya Pasal 12 huruf e dan f, serta Pasal 94 Ayat (1) huruf a dan b, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
Pasal 39 Ayat (1), yang mengatur tentang penggelapan pajak melalui laporan tidak benar atau dokumen fiktif, dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga empat kali jumlah pajak yang tidak dibayar.
UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),
Pasal 3 dan 4, terkait dugaan penggunaan dana hasil kejahatan kehutanan dan transaksi ilegal, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
Keberhasilan Penangkapan ini dipicu oleh desakan keras tokoh adat Dayak Kalimantan Barat, Datok Laway alias Panglima Bunga, yang mengutuk keras ketimpangan hukum. Sebelumnya, tiga pekerja penarik rakit kayu terlebih dahulu ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka, padahal mereka disebut hanya sebagai buruh harian lepas tanpa peran pengambil keputusan.
Tangkap yang menyuruh, bukan yang disuruh. Rakyat kecil hanya mencari makan. Pelaku intelektualnya itu yang harus diproses!” tegas
Datok Laway dalam pernyataan tertulisnya.
Warga Ketapang juga mempertanyakan mengapa hingga kini tidak ada transparansi mengenai alur distribusi kayu dan penerima manfaat ekonomi dari hasil kejahatan lingkungan tersebut. Mereka menilai bahwa penegakan hukum masih belum menyentuh aktor besar lain dalam rantai distribusi dan pencucian uang hasil kejahatan hutan.
Tokoh adat dan organisasi sipil di Ketapang mendesak agar Gakkum segera membebaskan tiga pekerja penarik rakit yang ditahan. Mereka juga menuntut dibentuknya tim independen untuk menyelidiki dugaan keterlibatan pihak lain termasuk pengusaha pembeli, pemilik industri kayu, hingga oknum pejabat yang diduga ikut melindungi aktivitas ilegal ini.
Penegakan hukum harus adil dan transparan. Jangan berhenti pada pelaku lokal. Mafia besar, penerima hasil, dan pelindungnya harus dibongkar,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Hingga berita ini diterbitkan, redaksi masih berupaya memperoleh konfirmasi dari pihak Balai Gakkum Kalimantan, Dinas Kehutanan Kalbar, dan PPATK terkait kemungkinan pelacakan aliran dana dalam transaksi kayu ilegal tersebut.(red)
Sumber : Masyarakat Publik dan Tokoh Adat