Banyuwangi, Jawa Timur, MNCTVano.com,- Koalisi Anti Korupsi Banyuwangi melaporkan penjualan saham milik Pemerintah Daerah Banyuwangi di PT. Merdeka Copper Gold (perusahaan induk PT. Bumi Suksesindo) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan ini terkait dugaan penyalah gunaan dana sebesar Rp.300 miliar dari penjualan saham tersebut.
Sebagai artikel Mas Ruri, sengaja menulis catatan untuk refleksi akhir tahun khusus tentang persoalan konflik tambang emas di tumpang pitu. Terutama Golden Share atau hibah saham atau hadiah dari perusahaan tambang kepada Pemerintah Daerah Banyuwangi. Pemberi saham adalah PT. Merdeka Cooper Gold perusahaan tambang emas yang tidak lain induk daripada PT. BSI. Disinyalir hadiah saham untuk meredam munculnya konflik pertambangan yang waktu itu ramai muncul penolakan penolakan. Dengan memberikan janji janji manis sebagaimana dilakukan para politisi saat pilkada dan pemilu manjur untuk meminta bobokkan rakyat, Begitulah gambaran awal sekilas permasalahan tambang emas di Banyuwangi dan Golden Share.
Dibawah bendera perusahaan bernama PT. Bumi Suksesindo (BSI) diberikan ijin menguasai dan mengeruk isi perut bumi dengan luas wilayah berhektar-hektar di wilayah Gunung Tumpang Pitu yang berlokasi Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi.
Perusakan alam sudah pasti, sekaligus mengerikan dampaknya, saat ini akan terus mengalami perusakan alam selama proses pengerukan dan dimungkinkan sampai batas akhir rata dengan tanah, Akhirnya hanya tinggal cerita nantinya ke anak cucu bahwa dulu pernah ada yang namanya Gunung Tumpang Pitu.
Hibah Saham atau Golden Share ditandatangani Bupati Abdullah Azwar Anas pada tanggal 12 September 2013 bertempat di Jakarta. Yang tanda tangan adalah Abdullah Azwar Anas selaku Bupati Banyuwangi tanpa disertai tanda tangan pimpinan DPRD, dalam tanda tangan perjanjian tersebut poinnya menyebutkan bahwa “ Pihak kedua (dalam hal ini pemerintah Daerah Banyuwangi) menerima pemberian saham yang dilakukan melalui mekanisme hibah saham ini dengan baik, dan berjanji akan memanfaatkannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi proyek pertambangan pada khususnya, dan seluruh rakyat Kabupaten Banyuwangi pada umumnya”.(Bab. IV Hak dan Kewajiban pasal 4 ayat 2).
Lalu bagaimana faktanya apakah upaya mensejahterakan rakyat benar-benar fakta apa sekedar opini belaka ?
Ambyarr .. Ternyata janji tidak ditepati. Dan mari kita lihat faktanya :
1. Prosentase hibah yang dikatakan 10% tadi hanyalah janji, Faktanya ternyata prosentase menurun dengan istilah dilusi, 10% itu hanya diawal, semakin kesini menurun hingga saat ini hanya mencapai 4%.
2. Pembagian hasil (deviden) tidak dibagikan alias zonk. Pemerintah daerah tidak menerima bagi hasilnya atau kata orang Jawa “ngaplo “.
Ketidak tahuan nya bertujuan hanya meredam konflik dan sekaligus cari untung oknum tertentu ditengah konflik pertambangan.
3. Terbukti ketika saham dijual pada tahun 2020 oleh Bupati Anas, dapat untung kah masyarakatnya ? Tidak. Sebab dengan alasan untuk menutup defisit anggaran akhirnya uang tidak menetes ke bawah.
Padahal uang hasil jualan saham itu sejatinya untuk rakyat bukan untuk tujuan lain, Apalagi untuk menutup defisit.
4. Karena tidak sesuai tujuan awal maka penjualan saham yang meraup keuntungan sebesar Rp.300 Miliar tidak jelas kemana beruntungnya, Dan disinyalir oleh para aktifis
Terdapat dugaan kerugian negara dan telah dilaporkan ke KPK. Lantaran uang tidak digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. apalagi mengingat pada waktu itu kondisi Banyuwangi sedang dilanda covid 19, Otomatis dugaan kerugian negara harus serius diusut oleh KPK karena covid masa krisis kemanusiaan yang tidak boleh dianggap main main.
Sumber : MAS RURI, Ketua BCW (Banyuwangi Corruption Watch)
(Nur Cholis)