Penempatan PSN MIP di Waisarissa, Heluth Tanyakan Motif Gubernur Maluku

banner 468x60

Ambon, mnctvano – Pembangunan infrastruktur kerap disebut sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, ketika pembangunan dijalankan dengan pendekatan elitis dan tanpa keberpihakan pada keadilan sosial, ia justru menjadi sumber ketimpangan baru. Proyek Strategis Nasional (PSN) Maluku Integrated Port (MIP) yang dirancang akan dibangun di Waisarisa, Kabupaten Seram Bagian Barat, adalah potret nyata dari dilema tersebut.

Di balik nama besar proyek ini, terselip kontroversi yang mengusik akal sehat publik. Kepala Daerah di Maluku menyuarakan bahwa MIP adalah bagian dari visinya menjadikan Maluku sebagai simpul logistik Indonesia Timur. Tapi apakah ini visi yang murni untuk rakyat, atau justru proyek yang dibungkus jargon pembangunan untuk balas budi pada swasta yang kami menduga terkait tukar guling pendanaan kampanye di Pilgub Maluku kemarin.

Aktivis Maluku Muttaqien Heluth mengatakan, salah satu tokoh yang paling terkait erat dengan proyek ini adalah HL . Ia menyuarakan bahwa MIP adalah bagian dari visinya menjadikan Maluku sebagai simpul logistik Indonesia Timur. Tapi apakah ini visi yang murni untuk rakyat, atau justru proyek yang dibungkus jargon pembangunan untuk mengabdi pada kepentingan tertentu?
MIP didesain sebagai pelabuhan peti kemas terintegrasi yang akan menggantikan peran Pelabuhan Yos Sudarso di Ambon. Tapi pemilihan lokasi di Waisarisa memicu banyak tanya. Mengapa bukan Kota Bula di Seram Bagian Timur yang justru secara akademik dinilai lebih layak? Kota Bula memiliki letak geografis strategis, infrastruktur pendukung, serta aksesibilitas yang memadai. Sayangnya, suara akademisi dan para pakar kebijakan tidak terdengar dalam pengambilan keputusan. Apakah ini bentuk pembangkangan terhadap logika pembangunan yang rasional?
Pertanyaan yang lebih tajam patut diajukan: Jika ini Proyek Strategis Nasional, mengapa dibangun di atas tanah milik swasta? Lebih gawat lagi, tanah tersebut merupakan bekas lahan industri milik perusahaan swasta yang saat ini terafiliasi milik TW—salah satu tokoh utama dalam jaringan oligarki yang dikenal sebagai “9 Naga”. Apakah pimimpin daerah di Maluku begitu tega hingga proyek sebesar ini justru di bangun untuk kepentingan perusahaan swasta? Apakah pemimpin daerah, dengan segala kekuatan moral dan politiknya, tidak menyadari betapa bahayanya membiarkan hak ulayat masyarakat adat dan kesejatraan masyarakat Maluku bergantung pada kepemilikan swasta yang terafiliasi elite kapital?
Selaku anak daerah SBB tentu kami patut mempertanyakan hal tersebut, apakah dengan pembangunan MIP di waisarisa dapat meminimalisir tinggkat pengangguran di SBB atau malahan justru sebaliknya MIP hanya dikelolah oleh para pekerja luar daerah sebab dengan penempatan di waisarisa yang diduga dibangun dilahan milik swasta milik TM.

Maka hal tersebut perlu kami tanyakan!
Dengan demikian MIP seharusnya menjadi simbol kemajuan Indonesia timur. Namun jika dijalankan dengan mengabaikan prinsip keadilan spasial, pertimbangan ekologis, dan penghormatan terhadap hak masyarakat adat, maka proyek ini hanya akan menjadi momentun konspirasi Kepala Daerah dengan elit oligarki nasional.
Kami meminta Presiden Probowo untuk mengkaji ulang secara menyeluruh sehingga diharapkan PSN ini akan memberikan multi efek bagi pembangunan di Maluku. Selain itu Kolaborasi pempus dan pemda sangat diperlukan dalam penyusunan masterplannya agar dapat mengakomodir semua kepentingan didalamnya.

“Dilain sisi Political Will pemerintah dari sisi intervensi kebijakan nasional baik regulasi dan anggaran penting dilakukan serta partisipasi dan dukungan swasta agar tata kelola jalur logistik barang dan jasa melalui PSN pengembangan pelabuhan Ambon terpadu dapat berjalan dengan lancar dan menjadi pintu masuk Industrilisasi di wilayah timur Indonesia,” tutup Heluth.

Alasan SBT Sebagai Tempat PSN MIP

Menurut Peniliti Pusat Kajian Pembangunan Kelautan terkait lokasi yang paling strategis adalah bagaimana koridor maritim pulau seram itu dibuka. Karena apa? Itu akan menjadi pintu, membuka isolasi banyak wilayah sekaligus, provinsi yang akan dibuka dari keterisolasian secara aksesibilitas yang pertama adalah maluku sendiri, kemudian papua, papua barat lalu yang akan terdampak juga adalah konektivitas ke papua dan maluku utara.
Didalam koridor itu sudah jelas, ada beberapa provinsi yang akan terkoneksi dengan koridor seram bagian timur, pertama adalah kota sorong, kabupaten sorong, kabupaten sorong selatan, kabupaten raja empat, kabupaten fakfak, kabupaten SBT, kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten SBB kemudian kota Ambon, dan tiga titik point pertumbuhan ekonomi yang akan memicu dan menggerakan daerah-daerah lain yang relatif ekonominya rendah.

Ketiga titik point diatas dapat menjadi barometer yakni. Kota sorong di papua barat, kota bula bagian tengah, dan kota ambon di sisi yang satunya lagi. Karena tiga kota ini adalah kota dengan PDRB yang tinggi, KPAD yang tinggi, kemudian angka kemiskinannya juga sudah rendah, investasinya sudah bagus, kunjungan wisatawan mancanegara maupun domestik juga sudah tinggi dan lain sebagainya.
Hal ini juga didukung oleh sumber daya alam yang nyata disana. seperti minyak dan gas bumi itu yang tentu menjadi moto penggerak dalam menggerakan ekonomi, baik lokal maupun nasional. Termasuk untuk kedaulatan pangan dan sumber daya pertanian serta kelautan yang dimilikinya.

Sehingga kedepannya, adanya rencana eksplorasi dan eksploitasi lebih lanjut terhadap sumber daya migas, maka hal ini tentu bisa menjadi mesin penggerak ekonomi di pulau Seram dan Provinsi Maluku pada umumnya. “pungkasnya”

Penulis : Nunik

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *