Sekelompok Masyarakat Melawi Soroti Dan Kecam , Beredarnya Edaran Surat PT Inhutani I !!

Oplus_131072
banner 468x60

Melawi, Kabar -Surat edaran yang dikeluarkan oleh PT Inhutani I yang ditanda tangani oleh pihak pimpinan PT Indutani dan, melalui Unit Manajemen Hutan Tanaman (UMHT) Nanga Pinoh pada tanggal 24 September 2025 menimbulkan sorotan,serta kecaman keras oleh sekelompok masyarakat yang ada di Kabupaten Melawi.Dan juga menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat sekitar wilayah konsesi perusahaan di Kabupaten Melawi dan Kabupaten Sintang.

“Pasalnya dalam surat bernomor 0130/VIII.B./Iht-UMHT-Ngpnh/2025 tersebut, PT Inhutani I melarang keras aktivitas pembukaan lahan, pembakaran hutan, dan penanaman kelapa sawit di dalam areal, PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) mereka. Namun, masyarakat menilai langkah itu menimbulkan, tanda tanya besar, mengingat areal yang dimaksud telah lama tidak dikelola oleh pihak perusahaan, sehingga kita dianggap penumpang haram di tanah kelahiran sendiri ,dari asal usul jaman nenek moyang dulu sudah mendiami daerah setempat”,ucap
Salah satu warga geram,kepada Wartawan
Jumat,30/10/25.

Sejumlah tokoh masyarakat dan warga di beberapa desa menyebut bahwa lahan-lahan yang masuk dalam peta konsesi PT Inhutani I sudah puluhan tahun terlantar.Sebagian besar kawasan tersebut kini telah diolah masyarakat untuk kebun sawit, ladang, serta pemukiman. Bahkan di beberapa titik masih terdapat eks tanaman pinus peninggalan lama yang tidak lagi pernah dirawat.

“Selama ini masyarakat yang memanfaatkan lahan tidur itu untuk bertahan hidup.Tiba-tiba sekarang muncul larangan tanpa ada penjelasan yang jelas.Kami bingung, ini tanah yang sudah kami kelola lebih dari 20 tahun,” ucap
tokoh masyarakat di perbatasan Melawi–Sintang.

Masyarakat juga menyoroti sikap PT Inhutani I yang baru muncul kembali setelah sekian lama tidak melakukan kegiatan nyata di lapangan.Mereka menilai perusahaan telah menelantarkan areal konsesi.

Merujuk dengan Pasal 34 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 20 Tahun 2021, hak atas tanah yang ditelantarkan selama bertahun-tahun dapat dicabut oleh negara.

“Jika lahannya sudah ditelantarkan sejak akhir 1990-an sampai sekarang, mestinya pemerintah bisa meninjau ulang izin PT Inhutani I. Jangan sampai masyarakat kecil yang sudah menggarap justru ditekan,” tegas
Jono, seorang perwakilan tokoh muda desa merpak.

Sementara itu, dalam surat edarannya, PT Inhutani I menyebut akan memulai kembali proyek pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) Eucalyptus sebagai bentuk pengelolaan hutan lestari, yang disebut bertujuan meningkatkan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Namun masyarakat menilai, rencana tersebut seharusnya dibahas secara terbuka, melibatkan pemerintah daerah, tokoh para adat, dan warga yang telah lama bermukiman dan mengelola lahan di dalam area tersebut.

“Kami tidak menolak pembangunan, tapi harus ada kejelasan batas, keadilan, dan penghormatan terhadap hak masyarakat yang sudah puluhan tahun hidup di situ,” tambah warga lainnya.

Masyarakat berharap agar pemerintah pusat dan daerah segera turun tangan, untuk memediasi persoalan ini dan melakukan verifikasi lapangan, terhadap status areal yang diklaim PT Inhutani I. Mereka menegaskan tidak ingin konflik agraria kembali muncul di wilayah Melawi, dan Sintang akibat kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.(Musa)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *