Wartawan Diintimidasi dan Disandera , Sekelompok Warga Sungai Ayak, Diduga Polsek  Sungai Ayak Terkesan Pembiaran Korban Tanda Tangan Surat Pernyataan Menyesatkan

Oplus_0
banner 468x60

 

SEKADAU, Kalbar /Mnctvano.com– Kasus dugaan penghinaan profesi wartawan disertai intimidasi kembali mencuat. Kali ini terjadi di Desa Sungai Ayak Dua, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, pada
Jumat,27/6/2025

Sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat—dan diduga terafiliasi dengan aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI)—melakukan penyanderaan dan kekerasan terhadap dua orang wartawan.

Korban adalah (R) dari media online DetikKalbar.id dan (S) dari Kalbar Satu Suara. Keduanya sedang melakukan peliputan aktivitas yang diduga ilegal di wilayah tersebut ketika dihadang dan disandera oleh sekelompok pria yang diduga preman dari jaringan tambang emas ilegal.

Keduanya mengalami intimidasi fisik berupa pemukulan dan tendangan. Penyanderaan berlangsung selama sekitar 4 jam sebelum aparat dari Polsek Sungai Ayak datang ke lokasi dan membawa korban serta mobil mereka ke kantor polisi.

Ironisnya, setelah dibawa ke kantor Polsek yang terkesan pembiaran terhadap kedua wartawan malah dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan menyesatkan berisi empat poin, yang isinya :

Tidak membuat pemberitaan negatif terkait Kecamatan Belitang Hilir.
Melarang wartawan masuk wilayah Kecamatan Belitang Hilir.
Melarang wartawan melakukan pungli terhadap masyarakat setempat.
Bertanggung jawab jika ada lagi pemberitaan negatif terkait Belitang Hilir.
Surat tersebut diduga disusun di bawah tekanan kelompok penambang ilegal, dengan keterlibatan oknum aparat.

Menurut Ketua YLBH LMRRI Kalimantan Barat, Yayat Darmawi, SE., SH., MH, peristiwa ini tidak hanya menyerang individu wartawan, melainkan bentuk pembungkaman pers dan ancaman nyata terhadap demokrasi. “Berdasarkan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, tindakan ini merupakan kejahatan. Menghalangi kerja jurnalistik adalah pidana,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa pelarangan peliputan dan tekanan untuk tidak memberitakan hal negatif adalah bentuk penyensoran, yang melanggar Pasal 4 dan 18 UU Pers, serta Pasal 28F UUD 1945 tentang hak memperoleh informasi.

Sementara itu, Pengurus Sekretariat Bersama Kalbar, Syarif Dwi Kurniawan (Iwan), menyebut kasus ini berkaitan dengan jaringan bisnis ilegal yang terganggu oleh pemberitaan media, sehingga menggunakan kekerasan untuk membungkam wartawan. “Kami mendesak Polda Kalbar dan Polres Sekadau segera menangkap pelaku dan aktor intelektual di balik aksi ini,” ujarnya.

Ia menegaskan, jika negara membiarkan kekerasan terhadap wartawan tanpa tindakan hukum tegas, maka kemerdekaan pers akan terkubur, dan publik kehilangan hak untuk mendapatkan informasi.(red)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *