Melawi, Kalbar –
Mengenai posisi wartawan dan penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali mencuat di tengah maraknya perkembangan media baru, dan aktivitas publik di dunia digital.
Secara tegas, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) memberikan perlindungan hukum bagi wartawan, dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Wartawan yang bekerja berdasarkan prinsip kebenaran, objektivitas, dan berpegang pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) tidak dapat dikenakan sanksi pidana maupun perdata, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 dan Pasal 18 UU Pers.
Namun, perlindungan tersebut tidak berlaku secara otomatis bagi semua pihak yang mengaku wartawan atau media, terutama di era digital saat ini, yang memunculkan banyak “Media Baru” tanpa kejelasan badan hukum maupun tanggung jawab redaksional.
“Yang dimaksud Media Baru bukan sekadar Media online berbasis web, tetapi juga kanal informasi digital, seperti blog pribadi, akun media sosial, kanal YouTube, TikTok, dan sejenisnya yang kerap memproduksi konten layaknya berita, namun tidak memenuhi standar perusahaan pers,” ujar salah satu pemerhati media berinisial (FR)
Selasa, 28/10/25.
Ia menegaskan bahwa UU Pers hanya melindungi wartawan yang bekerja di media terverifikasi Dewan Pers, dan menjalankan fungsi jurnalistik secara profesional. Sementara itu, pembuat konten digital tanpa kapasitas jurnalistik tetap tunduk pada UU ITE jika kontennya mengandung unsur fitnah, hoaks, atau pencemaran nama baik bagi orang lain.
“Jadi jangan salah kaprah. “Wartawan Profesional”dilindungi UU Pers, sedangkan pembuat konten atau penyebar informasi di luar kaidah jurnalistik tetap bisa dijerat UU ITE. Perlindungan hukum tidak boleh disalahgunakan,”tegasnya
kepada wartawan.
Ia juga menyampaikan, dalam konteks perkembangan media baru, masyarakat diharapkan lebih cerdas dalam membedakan antara karya jurnalistik yang melalui proses verifikasi dan penyuntingan, dengan konten pribadi yang bersifat opini atau spekulatif.Langkah ini penting agar kebebasan pers tetap terjaga, tanpa mengorbankan tanggung jawab moral dan hukum dalam penyebaran informasi di ruang publik digital”,tutupnya.(Musa)











