Transmigrasi Di Protes Tokoh Adat Kalimantan Barat : Pemerintah Dinilai Abaikan Terhadap Masalah Lama

banner 468x60

Pontianak, Kalimantan Barat, mnctvano.com,- Ambisi pemerintah pusat untuk kembali menggulirkan program pemerataan pembangunan berbasis transmigrasi di Kalimantan Barat menuai protes keras dari tokoh-tokoh masyarakat adat. Penolakan ini disampaikan langsung oleh Iyen Bagagok, Ketua Umum Organisasi Masyarakat Adat Mangkok Merah Kalimantan Barat, dalam keterangan pers yang disampaikan kepada media pada Selasa, 9 Juli 2025.

Kami dengan tegas menolak rencana program transmigrasi baru di Kalimantan Barat. Masih banyak persoalan lama yang belum selesai, termasuk kemiskinan masyarakat lokal maupun eks transmigran lama yang sudah puluhan tahun tinggal di Kalbar,” tegas Iyen Bagagok.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Menurutnya, pemerintah justru belum menyelesaikan konflik-konflik sosial yang selama ini membayangi program transmigrasi, seperti perampasan tanah ulayat masyarakat adat dan penggusuran lahan eks-transmigran oleh oknum maupun perusahaan.

Iyen menyoroti bagaimana tanah-tanah transmigran dari era Orde Baru khususnya sejak masa Presiden Soeharto hingga kini banyak yang dikuasai oleh pihak lain secara sepihak. Namun, menurutnya, pemerintah seakan tutup mata terhadap sejarah dan penderitaan masyarakat tersebut.

Apa gunanya membuka kawasan baru untuk transmigrasi jika infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, air bersih, sekolah, dan kesehatan di banyak daerah Kalbar masih belum terpenuhi?” ungkapnya.

Ia juga menekankan bahwa lebih bijak apabila dana negara dialokasikan untuk memperkuat pembangunan dasar dan layanan publik di wilayah-wilayah terpencil Kalbar, ketimbang menciptakan potensi konflik sosial baru melalui kebijakan yang tidak matang secara sosial dan ekologis.

Penolakan ini juga menjadi refleksi kegagalan tata kelola transmigrasi sebelumnya, yang kerap menimbulkan konflik agraria, ketimpangan kesejahteraan, dan ketegangan horizontal antara penduduk lokal dan pendatang.

Dalam konteks hukum, program transmigrasi harus tunduk pada:

UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, yang mengakui hak ulayat masyarakat adat.

UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan Transmigrasi, yang mengatur hak-hak dan perlindungan transmigran.

Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Transmigrasi, yang mewajibkan partisipasi masyarakat lokal dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan program transmigrasi.

Namun dalam pelaksanaannya, menurut Iyen, “Regulasi hanya menjadi alat formalitas, sementara di lapangan rakyat adat dan eks-transmigran terus menjadi korban ketidakadilan struktural.”

Iyen Bagagok menyerukan agar suara masyarakat adat Kalimantan Barat tidak diabaikan dalam setiap rencana kebijakan nasional. Ia meminta pemerintah pusat untuk mengevaluasi total wacana penambahan transmigrasi demi menghindari konflik sosial yang berulang dan ketimpangan kesejahteraan yang makin dalam.

Kami tidak anti pembangunan, tapi jangan abaikan luka lama dan hak-hak rakyat yang belum dipulihkan. Jangan sampai program atas nama ‘pemerataan’ justru memicu perpecahan dan ketidakadilan baru,” pungkasnya.

Sumber: Iyen Bagagok, Ketua Umum Ormas Mangkok Merah Kalimantan Barat

(Jono Darsono)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *