Kejaksaan agung Republik Indonesia: JAM-PIDUM Terapkan 12 Restorative Justice,Salah Satunya Perkara Penadahan Di Musi Banyuasin

banner 468x60

Karawang, mnctvano.com – Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor: PR-123/11/2024 JAM-PIDUM Terapkan 12 Restorative Justice,salah Satunya Perkara Penadahan di Musi Banyuasin

 

Kejaksaan Agung, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 12 (dua belas) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin, 18 November 2024.

 

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tomi bin Muhammad dari Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

 

Kronologi perkara bermula pada Rabu, 3 Januari 2024 sekira pukul 11.00 WIB, saksi Candra bin Anuari sedang duduk di pinggir sungai, tiba-tiba datang Sdr. Rendi yang langsung duduk dan berkata, “Ada kalau mau dapat uang dari gudang Syaiful.” Lalu dijawab oleh saksi Candra bin Anuari, “Ayo.”

 

Selanjutnya, sekira pukul 16.00 WIB, saksi Candra bin Anuari pergi menuju gudang milik saksi Syaiful yang berada di Dusun III Desa Danau Cala, Kecamatan Lais, Kabupaten Musi Banyuasin.

 

Sesampainya di gudang tersebut, saksi Candra bin Anuari langsung masuk ke dalam gudang melalui dinding samping gudang yang telah terbuka.

 

Setelah berada di dalam gudang, saksi Candra bin Anuari mengambil 1 (satu) unit mesin rumput merek BRIGGS & STRATTON dan 1 (satu) potong pipa besi berbentuk T.

 

Mesin rumput dan besi tersebut dimasukkan oleh saksi Candra bin Anuari ke dalam sebuah karung yang telah dibawa sebelumnya.

 

Kemudian, saksi Candra bin Anuari setelah mengambil mesin rumput dan besi tersebut langsung pulang ke rumahnya.

 

Lalu, sekira pukul 16.00 WIB, saksi Candra bin Anuari pergi ke rumah tersangka untuk menjualkan mesin rumput dan besi tersebut.

 

Tersangka berkata kepada saksi Candra bin Anuari, “Besi apa, Can?” Lalu saksi Untung Selamat bin Muhammad juga bertanya, “Boleh dari mana besi itu?” Dijawab oleh saksi Candra bin Anuari, “Besi bos saya dari bekas pabrik.” Selanjutnya, tersangka menyetujui untuk membeli mesin rumput dan besi tersebut dengan harga Rp4.000 (empat ribu rupiah) per kilogram.

 

Setelah itu, tersangka menimbang mesin rumput dan besi tersebut menggunakan timbangan dengan berat 26 kg.

 

Kemudian, tersangka memberikan uang sebesar Rp104.000 (seratus empat ribu rupiah) kepada saksi Candra bin Anuari sebagai uang pembelian mesin rumput dan besi tersebut.

 

Oleh karena perbuatan tersangka termasuk tindak pidana penadahan, tersangka dilakukan penahanan oleh Tim Penyidik Kepolisian.

 

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin Roy Riady, S.H., M.H., dan Kasi Pidum Armein Ramdhani, S.H., M.H., serta Jaksa Fasilitator Edwin, S.H., dan Muhammad Reza Revaldy, S.H., menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme Restorative Justice.

 

Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban.

 

Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh tersangka dihentikan.

 

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan Dr. Yulianto, S.H., M.H.

 

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum.

 

Permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 18 November 2024.

 

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 11 perkara lain melalui mekanisme Restorative Justice, dengan rincian sebagai berikut:

 

– Robinson Ubu Lage alias Robi (Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan).

 

– Yonatan Seingu Ubu Lage alias Natan (Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan).

 

– Eu Anggelion Putiha Dadiara (Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan).

 

– Noor Aliza alias Miweyati alias Winda alias Wulan binti Utuh Tanang (Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan).

 

– Mohammad Anggrian alias Anggi (Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan).

 

– Abd. Razak alias Papa Lia (Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan).

 

– Yopri Y. Labas alias Opi (Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 dan Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan).

 

– Faisal alias Isal (Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan).

 

– Nurwati Br Pasaribu (Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan).

 

– Rika Dewi alias Dewi (Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan).

 

– Melda Ratih Harahap alias Melda (Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan).

 

Alasan pemberian penghentian penuntutan:

 

1. Proses perdamaian telah dilakukan.

 

2. Tersangka belum pernah dihukum.

 

3. Ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun.

 

4. Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya.

 

5. Dilakukan musyawarah sukarela tanpa tekanan.

 

6. Sepakat tidak melanjutkan ke persidangan.

 

7. Pertimbangan sosiologis dan respon masyarakat positif.

 

“Kepala Kejaksaan Negeri dan Cabang diminta menerbitkan SKP2 sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan SE JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022,” tutup JAM-Pidum.

 

 

(Kuswadi & M. Ridho)

Sumber : KEPALA PUSAT PENERANGAN HUKUM

Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *