KOTA LANGSA- ACEH
MNCTVANO.COM
Upacara Hut KOPRIĀ Yang Ke – 53, Laksanakan di Lapangan Merdeka Kota Langsa,
Jum, at, 29 November 2024,
Dalam Pidato nya,
Pj Walikota Langsa, Syaridin S.Pd M.Pd yang diwakili Pj Sekda, Suriyatno AP M.SP,
dalam sambutanya menyampaikan Pidato Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto sekaligus Penasihat Nasional KORPRI, Memperingati ulang tahunnya yang ke-53. Sebagai Presiden Republik Indonesia sekaligus Penasihat
Nasional KORPRI, serta atas nama Pemerintah, Negara, dan pribadi, saya
mengucapkan selamat ulang tahun kepada seluruh anggota KORPRI
mana pun bertugas. Terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada Keluarga Besar KORPRI yang
selama lebih dari setengah abad telah memberikan pengabdian terbaik,
dengan loyalitas dan dedikasi tinggi
kepada Bangsa dan Negara. Tema ulang tahun kali ini, “KORPRI untuk
Indonesia! sangat
menggambarkan peran KORPRI dalam perjalanan Bangsa ini.
Segenap Anggota KORPRI yang saya cintai dan saya banggakan, Saat ini, kita memasuki babak
baru pemerintahan setelah melalui proses Demokrasi. Mari kita dukung
program-program pemerintah yang
selalu berorientasi pada kesejahteraan rakyat Indonesia. Dengan diterbitkannya Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, KORPRI akan
menjadi Korps yang bertransformasi
Pegawai ASN RI, dengan tujuan utama untuk memperkuat jiwa korps ASN sebagai pemersatu Bangsa.
Saya berharap KORPRI menjadi satu- satunya organisasi yang menaungi ASN, sehingga tidak ada dualisme dalam pembinaan ASN, dan menjadi wahana mempercepat penyebaran
informasi program pemerintah kepada
masyarakat. Saya juga mengajak seluruh Dewan Pengurus KORPRI di
pusat maupun daerah untuk mengaktifkan kembali seluruh
program dan kegiatan KORPRI sejalan dengan tujuan besar organisasi ini.
mendorong Saya juga
percepatan penerbitan Peraturan Pemerintah tentang KORPRI sebagai
pelaksanaan dari UU ASN, guna meningkatkan kesejahteraan dan
perlindungan hukum bagi seluruh ASN.
Anggota KORPRIl yang saya banggakan,
merupakan bagian KORPRI
integral dari pemerintahan dan harus terus diperkuat. Sebagai komponen
strategis bangsa, KORPRI berperan sebagai perekat dan pemersatu
bangsa. Oleh karena itu, saya meminta agar KORPRI tetap diakomodasi dalam kedinasan, sehingga aspirasi ASN
dapat ditampung dan disalurkan secara proporsional serta profesional, untuk mendukung tugas- tugas
pemerintahan. ASN harus selalu menjunjung tinggi prinsip netralitas
dan tetap setia kepada negara, siapapun pemimpinnya.
ingin Akhirnya, saya
menyampaikan beberapa pesan untuk
menjadi pedoman,
1. Perkuat Solidaritas dan Kerja Sarna KORPRI, Jadikan KORPRI simbol persatuan, kolaborasi, dan
stabilitas nasional melalui kerja sarna dengan seluruh komponen bangsa.
2 Dorong Inovasi dan Efisiensi,
Utamakan pelayanan cepat, hemat, dan transparan melalui teknologi digital dan E-Government.
3 Perkuat Integritas dan Disiplin, integritas tinggi,
Tunjukkan disiplin, dan patuh hukum di setiap
lini pelayanan.
4, Pastikan Akses Pangan Sehat, Bantu penyediaan pangan bergizi
bagi kelompok rentan.
5. Dukung Ketahanan Energi, Transisi ke energi terbarukan, kurangi impor, dan tingkatkan efisiensi.
Turunkan
Kemiskinan, Kolaborasikan
program pengentasan kemiskinan dengan
kementerian terkait.
7 Jaga Netralitas dan Loyalitas,
ASN tetap netral dalam politik, setia kepada kepentingan Rakyat
dan Bangsa.
Dalam Upacara Hut KORPRI di isi dengan penyerahan penghargaan kepada para pemenang lomba dan penerima uang santunan klaim BPJS Ketenagakerjaan dalam peringatan HUT KORPRI ke-53, Oleh Pemerintah Kota Langsa.
SEJARAH KORPRI
Mengutip laman resminya, Korpri berdiri pada tanggal 29 November 1971. Hal itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971.
Disebutkan, pada masa penjajahan Belanda terdapat banyak kaum pribumi yang bekerja sebagai pegawai pemerintah Hindia Belanda. Mereka merupakan pegawai rendahan yang dipekerjakan atas kebutuhan penjajah semata.
Pada masa pendudukan Jepang, secara otomatis para pegawai tersebut pun dialihkan menjadi pegawai pemerintah Jepang. Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, Bangsa Indonesia pun memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sejak saat itu, seluruh eks pegawai pemerintah Jepang secara otomatis dijadikan Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Saat itu, pegawai NKRI terbagi menjadi tiga kelompok besar. Yakni pegawai yang berada di wilayah kekuasaan Indonesia, pegawai yang berada di wilayah pendudukan Belanda (non kolaborator) dan pegawai yang bersedia bekerjasama dengan Belanda (kolaborator).
Baru pada tanggal 27 Desember 1945, Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Ketiga kelompok pegawai tersebut kemudian dilebur menjadi Pegawai Republik Indonesia Serikat (RIS).
Baca juga:
20 Contoh Ucapan Selamat HUT Korpri ke-51 Cocok untuk Caption Media Sosial
Pegawai Negeri pada Masa Republik Indonesia Serikat
Era Republik Indonesia Serikat (RIS) juga dikenal sebagai era pemerintahan parlementer. Di mana era tersebut menganut sistem multi partai dan diwarnai dengan jatuh bangunnya kabinet.
Para politisi dan tokoh partai pun banyak memegang kendali pemerintahan hingga memimpin berbagai departemen. Mereka juga menyeleksi dan mengganti para pegawai negeri sesuai kehendak mereka. Masing-masing departemen pemerintahan pun sangat ditentukan oleh partai yang berkuasa kala itu.
Dominasi partai politik ini terbukti mengganggu stabilitas dan pelayanan publik. PNS yang seharusnya berfungsi untuk melayani masyarakat justru menjadi alat untuk memenuhi kepentingan partai politik.
Prinsip profesional dan netralitas dalam tubuh Korpri pun hampir tidak ada. Kinerja dan kenaikan pangkat para PNS ditentukan pada loyalitasnya terhadap partai politik atau pimpinan departemennya.
Kondisi ini terus berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan Dekrit Presiden itu, sistem ketatanegaraan kembali ke sistem Presidensil berdasarkan UUD 1945.
Masa Demokrasi Terpimpin
Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut oleh Presiden Soekarno, Indonesia memasuki era yang disebut masa demokrasi terpimpin. Masa ini menerapkan sistem pemerintahan dimana seluruh keputusan pemerintah berpusat pada kepala negara.
Sistem politik dan sistem ketatanegaraan saat itu diwarnai oleh kebijakan Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme). Sehingga pada prakteknya netralitas pegawai negeri pun masih belum terwujud.
Seiring hal tersebut, muncullah berbagai upaya agar pegawai negeri bisa netral dari kekuasaan partai-partai yang berkuasa. Hal itu ditandai dengan lahirnya Undang-undang Nomor 18 tahun 1961 yang menetapkan bahwa suatu golongan pegawai, yang karena sifat dan tugasnya, dapat diadakan larangan untuk masuk ke organisasi politik (pasal 10 ayat 3).
Masyarakat berharap ketentuan undang-undang tersebut dapat diperkuat dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur lebih detail hal tersebut. Namun PP yang diharapkan itu ternyata tidak pernah dikeluarkan.
Netralitas pegawai negeri pun tak kunjung berlaku. Bahkan hingga pada masa pemberontakan G-30S PKI, pegawai pemerintah banyak yang terjebak dan mendukung partai komunis.
Berdirinya Korpri pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru penataan pegawai negeri pun kembali dilaksanakan. Pada masa inilah Keppres tentang pembentukan Korpri tertanggal 29 November 1971 itu diterbitkan.
Sejak saat itu pulalah Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) didirikan. Dan tanggal 29 November diperingati sebagai hari ulang tahun Korpri.
Berdasarkan Keppres tersebut Korpri adalah satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan. Tujuan pembentukan Korpri ini adalah agar pegawai negeri RI ikut memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial di Indonesia.
Akan tetapi, pemerintahan orde baru ini kembali menjadikan Korpri sebagai alat politik. Adanya UU No. 3 Th. 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, serta Peraturan Pemerintah No. 20 Th.1976 tentang keanggotaan PNS dalam Parpol semakin menguatkan posisi PNS dalam partai politik.
Sehingga setiap kali terjadi birokrasi selalu memihak kepada salah satu partai. Bahkan dalam setiap Musyawarah Nasional Korpri, diputuskan bahwa organisasi ini harus menyalurkan aspirasi politiknya ke partai tertentu.
Korpri pada Masa Reformasi
Pada masa reformasi perlahan muncullah keberanian untuk mempertanyakan loyalitas dan netralitas Korpri. Bahkan sempat terjadi perdebatan mengenai kiprah PNS dalam rapat pembahasan RUU di DPR kala itu.
Sebagian berpendapat bahwa jika tidak netral, maka sebaiknya KORPRI dibubarkan saja. Ada pula yang mengusulkan untuk Korpri mendirikan partai politiknya sendiri.
Akhirnya melalui perdebatan yang panjang, disepakatilah bahwa Korpri dalam menjalankan tugas dan fungsinya haruslah netral secara politik.
Para kepala negara sejak masa reformasi pun terus mendorong agar Korpri terus profesional dan berorientasi pada tugas dan pelayanan publik. Anggota Korpri harus berpegang teguh pada Panca Prasetya Korpri.
PP Nomor 12 tentang perubahan PP Nomor 5 tahun 1999 muncul untuk mengatur keberadaan PNS dalam partai politik. Dengan PP tersebut maka setiap anggota Korpri tidak dimungkinkan untuk ikut dalam kancah partai politik apapun.
Sejak saat itulah hingga kini, Korpri hanya bertekad untuk berjuang mensukseskan tugas negara dan melaksanakan pengabdian bagi masyarakat Indonesia.
Penulis, Arman. Kaperwil Mnctvano.com. Aceh