Waiys Al Kahrony: Eksekutif Tapanuli Tengah Pengkhianat Aspirasi Rakyat, Jangan Jual Jargon “Naik Kelas” Kalau Tak Mampu Hadir Di RDP

banner 468x60

Pandan, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, mnctvano.com,- Tokoh Pemuda, Waiys Al Kahrony Pulungan, melontarkan kritik keras terhadap Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah (Pemkab Tapteng) yang kembali mangkir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD terkait aduan masyarakat atas keberadaan portal PT CPA di Kelurahan Hutabalang.

RDP ini telah dilakukan sebanyak lima kali namun tanpa satu pun kehadiran perwakilan dari OPD terkait. Bagi Waiys, ini bukan lagi sekadar kelalaian administratif, melainkan pengkhianatan terhadap konstitusi, rakyat, dan semangat demokrasi.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

“Apa gunanya jargon ‘Tapteng Naik Kelas’ jika mental pejabatnya justru turun kelas? Panggilan RDP itu bukan undangan kondangan. Ini mandat konstitusi! Ketidakhadiran eksekutif adalah bentuk penghinaan terhadap DPRD dan lebih jauh lagi, penghinaan terhadap suara rakyat,” kecam Waiys dalam pernyataan resminya, Kamis (12/6/2025).

Waiys menyebut bahwa mangkirnya OPD tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab kepala daerah. Sebab, OPD berada langsung di bawah kendali dan koordinasi Bupati. Maka ketika mereka mangkir tanpa alasan, itu adalah indikasi gagalnya kepemimpinan eksekutif dalam menjaga disiplin birokrasi.

“Ini bukan kelalaian teknis, ini kerusakan sistemik. Kalau lima kali panggilan diabaikan, maka jangan salahkan rakyat jika mulai mempertanyakan: siapa sebenarnya yang layak disebut anti-rakyat?”

Waiys kemudian mengingatkan, dalam sistem pemerintahan daerah sebagaimana tertuang dalam UU No. 23 Tahun 2014, DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. RDP adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.

“Ketidakhadiran eksekutif dalam forum pengawasan bukan hanya melumpuhkan fungsi DPRD, tetapi juga merusak prinsip check and balance. Kalau ini dibiarkan, maka pemerintahan berubah jadi otoriter, tertutup, dan tidak bisa dikritik. Itu jauh dari demokrasi.”

Ia juga menyayangkan bahwa banyak pihak justru membelokkan isu ini, bukan fokus pada substansi permasalahan masyarakat, melainkan menyerang personal anggota DPRD dengan narasi-narasi yang emosional di media sosial.

“Jangan bodohi rakyat dengan narasi bising yang tidak menyentuh persoalan utama. DPRD sedang bekerja untuk rakyat. Kalau Anda tidak suka caranya, silakan ajukan secara konstitusional, bukan dengan cercaan picisan di Facebook.”

Salah satu unggahan yang menuding anggota DPRD sebagai “budak politik” dinilai Waiys sebagai cara kotor untuk membelokkan perhatian publik dari buruknya kinerja eksekutif.

“Alih-alih mengklarifikasi alasan mangkirnya OPD, justru malah memprovokasi rakyat untuk membenci DPRD. Ini cara lama yang usang, dan rakyat sudah terlalu cerdas untuk dibodohi dengan drama murahan semacam itu.”

Waiys menutup dengan seruan moral kepada para pejabat eksekutif di Tapteng. Menurutnya, seorang pejabat yang tidak sanggup menjawab aspirasi rakyat secara terbuka dalam forum resmi seharusnya mundur dari jabatan.

“Kalau Anda tidak berani duduk mendengar keluhan rakyat lewat DPRD, bagaimana bisa Anda bicara soal visi pembangunan? Jangan bangga pakai slogan ‘Naik Kelas’ kalau mental Anda sendiri masih kelas bawah.”

Ia mengajak semua pihak untuk menghentikan gaya komunikasi yang saling curiga, saling tuding, dan kembali ke jalan komunikasi publik yang sehat dan transparan. Karena tanpa itu, Tapteng bukan sedang naik kelas, tapi justru menurun menuju lumpur ketidakpercayaan.

(WP)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *